Sabtu, 27 April 2013

contoh kasus hukum perikatan

Celi mengancam Debi, akan menuntut ke Pengadilan dengan tuntutan penipuan, bila Debi tidak mau menandatangani perjanjian pengakuan hutang dengan jaminan rumahnya di Jalan Jaksa No. 12.
Perjanjian tersebut tidak mengandung unsur paksaan, yang memaksa Debi untuk menandatangani perjanjian pengakuan hutang. Meskipun terdapat kata mengancam, namun mengancam disini bukanlah berarti suatu ancaman kekerasan atau paksaan fisik ataupun psikis. Pada dasarnya yang diancamkan haruslah perbuatan yang dilarang oleh undang-undang untuk dilakukan, seperti menodongkan pistol ( acaman fisik ) atau mengancam akan membuka rahasia ( ancaman psikis ). Akan tetapi ancaman  untuk melakukan penuntutan ke Pengadilan bukanlah suatu ancaman yang dilarang oleh undang-undang. Seseorang berhak melakukan tuntutan ke Pengadilan, dikarenakan dia merasa dirugikan oleh orang lain. Ancaman Celi kepada Debi tidak bisa dikatakan sebagai suatu ancaman paksaan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1324 KUH Per. Karena memang merupakan suatu kewajiban bagi Debi untuk menandatangani surat perjanjian pengakuan hutang apabila Debi meminjam uang kepada Celi. Jadi, perjanjian disini merupakan perjanjian yang sah, karena tidak adanya unsur paksaan.
 
A mengancam B akan membuka rahasia perselingkuhannya jika tidak mau menandatangani perjanjian jual beli dari salah satu rumah B yang diinginkan oleh A.
Perjanjian tersebut didasari atas adanya suatu paksaan atau ancaman secara psikis yang dilakukan oleh A kepada B dengan cara menakut-nakuti, sehingga B terpaksa menyetujui perjanjian tersebut ( Pasal 1324 KUH Per ). Dikarenakan alasan adanya suatu ancaman / paksaan itu maka perjanjian tersebut dianggap tidak sah. Dan akibat hukumnya adalah perjanjian tersebut dapat dibatalkan.
 
 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar